SURABAYA – Dinamika politik menuju pemilihan umum (pemilu) 2024 semakin fluktuatif. Panggung politik menunjukan gejolak perubahan yang cukup signifikan. Perubahan koalisi dan regulasi turut menjadi bahan perbincangan publik. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai gugatan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) baru saja diputuskan pada Senin (16/10/2023) kemarin.
Ucu Martanto SIP MA, Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR) menyoroti terkait putusan MK tersebut. Pihaknya mengklaim keputusan MK tersebut bisa mengganggu hak warga negara untuk dipilih dan memilih. Pasalnya keputusan tersebut cenderung terbatas dan bersyarat walaupun secara harfiah memberikan kesempatan bagi anak muda.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Kesempatan Bersyarat
Ucu menjelaskan secara langsung keputusan MK memberikan anak muda kesempatan menduduki posisi kepala negara. Namun perlu digaris bawahi regulasi tersebut mengharuskan capres dan cawapres memiliki pengalaman. Pengalaman yang dimaksud adalah sebagai kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Putusan ini juga disinyalir mengerucut ke satu nama yaitu Gibran putra Presiden Jokowi. Sebagai Wali Kota Solo saat ini, status Gibran tentu bisa ikut dalam kontestasi bursa nama cawapres. Terlebih Prabowo dan Ganjar juga belum mengumumkan secara resmi siapa yang akan mendampingi maju sebagai cawapres.
“Putusan MK kemarin seolah menjadi karpet merah bagi Gibran untuk menerima pinangan posisi cawapres. Apalagi gaya kepemimpinan anak muda yang berkaitan erat dengan citranya, dirasa mampu untuk mendulang banyak suara, ” jelas Ucu. Rabu (18/10/2023).
Ucu menambahkan jika Gibran memilih maju sebagai cawapres di pemilu 2024 maka akan berpengaruh ke image negatif keluarga Jokowi. Politik dinasti Jokowi akan semakin kuat dan terlihat. Saat ini kedua anak dan menantunya juga turut terjun di dunia politik dengan jabatan strategis.
Potensi Gibran di Bursa Cawapres
Di lain sisi, banyak isu menduga bahwa Gibran dicalonkan kuat untuk berpasangan dengan Prabowo. Jika putra pertama Jokowi tersebut berpihak ke kubu Prabowo tentu akan berlawanan dengan partai yang menaunginya saat ini. Ucu menilai perbedaan koalisi partai inilah yang perlu diperhatikan kembali.
Ucu menegaskan, tidak menampik fakta bahwa sosok Gibran memang sedang diidolakan generasi muda karena keberhasilannya memimpin Kota Solo. Melihat saat ini, Jokowi juga belum mendeklarasikan dukungan secara resmi atas keberpihakannya di pemilu 2024. Restu dari Jokowi dinilai cukup banyak mendatangkan suara dari rakyat yang sebelumnya memilihnya saat Pemilu 2019.
“Siapapun yang menggaet Gibran sebagai cawapres nantinya, maka berpotensi besar mendapatkan suara dari simpatisan Jokowi, ” jelasnya.
Tunggangan Kepentingan Kelompok
Ucu menyoroti faktor kepentingan yang mendalangi usulan keputusan MK. Mulai banyak strategi yang dimainkan untuk bisa memenangkan pemilu 2024. Keputusan MK ini tentunya juga akan berpengaruh pada elektabilitas bacapres dan bacawapres. Sehingga perlu ditinjau lebih mendalam apakah memang aspirasi tersebut tidak ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu.
“Ada dugaan tunggangan kepentingan yang mendasari desakan aspirasi tersebut. Buktinya longgarnya regulasi syarat usia, tetapi masih diikuti embel-embel status pengalaman kepala daerah, ” pungkasnya. (*)
Penulis: Satriyani Dewi Astuti
Editor: Binti Q. Masruroh